INFOPAPUASELATAN – Ketua Majelis Rakyat Papua Selatan, Damianus Katayu, merespons pengaduan masyarakat terkait dengan masalah yang terjadi di POPA Camp 19. Hari ini, PT. Tunas Sawa Erma mulai melakukan replanting atau penebangan dan penanaman kembali. Selasa, 9 Juli 2024.
Menurut laporan warga yang diterima oleh Ketua MRPS, masyarakat merasa bahwa belum ada pembicaraan dengan pihak perusahaan, sehingga masyarakat berencana untuk melakukan pemalangan. Namun, melalui negosiasi, masyarakat memberikan pengaduan kepada MRPS.
Ketua MRPS Damianus Katayu menyampaikan bahwa MRPS akan menindaklanjuti masalah ini.
Namun, dalam proses berjalan, ditemukan bahwa ada satu marga, yaitu Marga Gembenop, yang memiliki tanah adat di wilayah Indonesia namun berdomisili di PNG. Meski begitu, mereka sudah mengurus kewarganegaraan sebagai warga negara Indonesia.
Dalam proses ini, pihak marga Gembenop menerima surat pemanggilan dari Imigrasi kepada Linus Donald Gembenop.
Dalam pernyataannya, Ketua MRPS menegaskan bahwa tidak boleh ada tindakan kriminalisasi dalam proses penyelesaian masalah ini.
"Saya sebagai Ketua Majelis Rakyat Papua Selatan mau mengatakan dalam proses ini tidak boleh ada tindakan kriminalisasi. Kalau kita melihat dari sejarah pelepasan tanah adat yang dilakukan oleh Tunas Sawa Erma, dulu orang tua dari Marga Gembenop memiliki tanah adat di sini meski tinggal di seberang. Mereka datang untuk menyelesaikan masalah tanah adat, dan sekarang anaknya datang menanyakan tentang status tanah tersebut, namun malah dikriminalisasi," ungkap Ketua MRPS.
Menurut Ketua MRPS, ada beberapa langkah yang bisa diambil untuk menyelesaikan masalah ini:
1. Menghentikan Kriminalisasi: Tidak perlu ada pihak manajemen dan perusahaan yang menggunakan alat-alat negara untuk mengkriminalisasi pihak-pihak Marga. Mari kita duduk bersama untuk menyelesaikan masalah ini.
2. Memulangkan Warga di Perbatasan PNG: Ketua MRPS juga menyampaikan bahwa pihaknya sedang mengupayakan agar warga negara Indonesia yang tinggal di wilayah perbatasan PNG bisa kembali pulang ke Indonesia.
"Mereka harus pulang menjadi warga negara Indonesia karena mereka tinggal di sana dengan kondisi yang tidak jelas, tanpa status kewarganegaraan. Kami meminta pihak manajemen dan perusahaan untuk sama-sama menjaga agar tidak terjadi kriminalisasi yang membuat mereka khawatir," tegasnya.
Ketua MRPS menutup pernyataannya dengan menekankan pentingnya dialog. "Jika mereka mau pulang, mereka punya dusun, tanah adat, sagu, dan tempat mencari makan di sini. Mari kita duduk dan bicarakan secara baik-baik," tutupnya (Aldi)
Editor: Lambertus Silubun