Merauke, InfoPapuaSelatan.com – Suasana haru, hangat, dan penuh canda sarat makna menyelimuti perayaan pesta Maria Bunda Hati Kudus (PBHK), Jumat (31/5/2025) di Biara PBHK Merauke. Dalam homili khasnya yang tegas dan menyentuh, Uskup Agung Merauke, Mgr. Petrus Canisius Mandagi, MSC, menyampaikan pesan tajam bagi umat, khususnya para suster dan imam.
“Saya tidak mau bicara banyak tentang semangat Hati Kudus. Tapi buktikan! Tunjukkan! Itu lebih penting daripada hanya menyebut diri MSC tapi hidup kelabu,” ujar Uskup Mandagi disambut tawa dan tepuk tangan hadirin.
Ia menegaskan bahwa identitas sebagai religius bukan hanya gelar, tetapi harus menjadi kesaksian hidup nyata. Ia bahkan menyindir bahwa dirinya mungkin sudah “dicoret” dari daftar MSC karena kerap mendorong berdirinya imam projo (diosesan) di berbagai wilayah, termasuk Ambon dan Papua.
Pesan Pedas-Penuh Cinta: “Jangan Sampai Zero Suster OAP di Papua Selatan”
Dalam nada humoris yang membumi, Uskup Mandagi menyampaikan keprihatinannya terhadap minimnya suster PBHK yang berasal dari kalangan Orang Asli Papua (OAP). Ia berharap regenerasi dari anak-anak Papua Selatan bisa segera terwujud agar karya PBHK tidak kehilangan akar lokalnya.
“Kalau saya mati nanti, saya akan WA dari surga, tanya, kenapa tidak ada lagi suster PBHK dari Papua Selatan?” candanya, mengundang tawa sekaligus keheningan reflektif di ruangan.
Ia menantang para suster untuk lebih aktif hadir di paroki, Sekami, dan kegiatan orang muda sebagai cara menarik hati anak-anak muda Papua agar terpanggil menjadi biarawan dan biarawati.
Kritik Lembut untuk Tampilan Rumah PBHK
Selain pesan rohani, Uskup Mandagi juga menyampaikan kritik membangun terhadap kondisi fisik rumah PBHK. Ia menyebut bahwa halaman depan biara perlu diperbaiki agar tampak lebih rapi dan indah.
“Maaf ya, tampilan rumah PBHK ini seperti kampungan. Bukan kampungan dalam arti buruk, tapi butuh penataan. Paving-lah, tanam bunga yang rapi. Keteraturan itu mencerminkan karakter,” pesannya.
Ia bahkan dengan humor mengatakan bahwa lambang MSC di halaman sudah hilang tertiup angin dan menyindir bahwa “MSC di Papua Selatan tinggal otak-otak kosong.” Namun semua itu disampaikan dalam semangat membangun dan cinta akan kebersihan serta keindahan biara.
Dengan gaya khasnya yang tajam, lucu, dan mendalam, Uskup Mandagi mengingatkan bahwa kesetiaan sejati tidak terletak pada gelar, tetapi pada kesaksian hidup. Ia mengajak seluruh umat untuk kembali ke akar panggilan: kasih, kerendahan hati, dan pengabdian nyata bagi sesama.