Apolo Safanpo Kutip Socrates: Pemimpin Bijak adalah yang Tahu Bahwa Ia Tidak Tahu

kebijaksanaan bukanlah seberapa banyak seseorang tahu, melainkan seberapa besar kesadarannya akan keterbatasan dirinya

Prosesi pelantikan sekda PPS (Foto: IPS)

MERAUKE, 14 Oktober 2025 — Dalam suasana pelantikan Sekretaris Daerah (Sekda) Papua Selatan yang berlangsung penuh hikmat di Merauke, Selasa (14/10/2025), Gubernur Papua Selatan Dr. Ir. Apolo Safanpo, S.T., M.T. menyelipkan sebuah pesan yang tak biasa — bukan sekadar arahan birokrasi, melainkan refleksi tentang kerendahan hati dan kebijaksanaan dalam kepemimpinan.

Mengutip kisah Socrates, filsuf besar dari Yunani yang hidup 400 tahun sebelum masehi, Gubernur Apolo mengajak para pemimpin di Papua Selatan untuk merenungkan kembali makna sejati menjadi “orang bijak.”

“Para filsuf dari berbagai belahan dunia waktu itu berkumpul di Athena dan sepakat bahwa orang paling bijaksana adalah Socrates,” ujar Gubernur Apolo dalam sambutannya.

“Dalam pidatonya, Socrates berkata: ‘Mengapa mereka memilih saya sebagai orang paling bijaksana? Karena mereka tahu, dan saya juga tahu, bahwa saya tidak tahu.’”

Apolo menjelaskan, inti kebijaksanaan bukanlah seberapa banyak seseorang tahu, melainkan seberapa besar kesadarannya akan keterbatasan dirinya.

“Menurut Socrates, orang yang tidak bijaksana adalah mereka yang tidak tahu bahwa dirinya tidak tahu,” lanjutnya.

“Jika kita tahu bahwa kita tidak tahu, kita akan terdorong untuk belajar, bertanya, dan meminta saran dari orang lain yang lebih berpengalaman. Tapi jika kita tidak tahu bahwa kita tidak tahu, kita akan merasa paling tahu dari semua orang.”

Di hadapan Forkopimda, Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri, dan ratusan ASN, Gubernur Apolo menekankan bahwa pesan sederhana itu seharusnya menjadi jiwa dari setiap aparatur negara di Papua Selatan.

“Kesadaran untuk belajar dari siapa pun — dari staf muda hingga pejabat senior — adalah tanda kebesaran jiwa seorang pemimpin,” ucapnya tenang.

Menurutnya, keberhasilan birokrasi bukan ditentukan oleh ego jabatan, melainkan oleh kerendahan hati untuk terus belajar dan memperbaiki diri.

Bagi Apolo, kepemimpinan yang kuat tidak lahir dari orang yang merasa paling tahu, tetapi dari mereka yang bersedia bertanya, mendengar, dan memberi ruang bagi hikmat bersama.

“Pemimpin yang rendah hati akan menciptakan organisasi yang hidup, karena semua orang merasa dihargai dan didengar,” katanya.

Melalui kisah itu, Gubernur Apolo ingin menanamkan nilai penting bagi ASN muda dan calon-calon pemimpin baru Papua Selatan.

Ia menegaskan, jabatan hanyalah alat, bukan kebanggaan. Yang lebih penting adalah kemampuan mendengarkan, mau belajar, dan terbuka terhadap kritik.

“Sering kali kita lupa, bahwa di balik kekuasaan, ada tanggung jawab yang besar. Maka satu-satunya cara agar tidak tersesat dalam kekuasaan adalah terus belajar dan menyadari bahwa kita tidak tahu segalanya,” pesannya.

Di akhir bagian reflektifnya, Gubernur Apolo menatap hadirin dan berkata dengan lembut namun penuh penegasan.

“Pemimpin yang merasa tahu segalanya akan berhenti belajar. Tapi pemimpin yang sadar bahwa ia tidak tahu, akan terus mencari kebijaksanaan  dan itulah tanda orang yang benar-benar bijak.”

Bagi banyak ASN yang hadir, sambutan itu menjadi pengingat bahwa membangun Papua Selatan tidak hanya tentang infrastruktur dan anggaran, tetapi juga tentang membangun karakter dan kesadaran diri setiap pelayan publik.

Nilai-nilai yang diangkat dari kisah Socrates terasa relevan di tanah Animha  tanah manusia sejati yang kini menapaki babak baru pemerintahan dengan semangat belajar, bersatu, dan bertumbuh bersama.

Di akhir acara, sejumlah ASN tampak terdiam lama, seolah menyimpan makna kalimat itu di hati mereka. Sebuah pesan sederhana, namun menggema kuat, 

Kebijaksanaan bukan soal tahu banyak, tapi tahu bahwa kita masih harus terus belajar. (LBS)


Penulis : Lamberth

Editor: Lamberth 


AGENDA
LINK TERKAIT