Beberapa bulan lalu, ketika Keputusan Presiden saya terima, saya sangat senang karena akhirnya bisa kembali ke Jakarta. Tapi mendekati hari-hari terakhir ini, perasaan saya mulai berat
MERAUKE, 14 Oktober 2025 — Momen pelantikan Sekretaris Daerah (Sekda) definitif Provinsi Papua Selatan, Ferdinandus Kainakaimu, S.Pd., M.Sc., pada Selasa (14/10/2025) di Merauke, berubah menjadi peristiwa yang sarat emosi.
Bukan hanya karena serah terima jabatan, tetapi karena Penjabat Sekda Maddaremmeng menyampaikan sambutan perpisahan yang menyentuh hati seluruh hadirin.
Di hadapan Gubernur Papua Selatan Apolo Safanpo, Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri Akmal Malik, Forkopimda, DPRP, MRP, para kepala daerah, serta Uskup Agung Merauke Mgr. Petrus Canisius Mandagi, MSC, Maddaremmeng berbicara dengan nada tulus dan penuh rasa syukur bukan sebagai pejabat, tetapi sebagai sahabat yang berpamitan dengan tanah yang telah memberinya makna.
“Beberapa bulan lalu, ketika Keputusan Presiden saya terima, saya sangat senang karena akhirnya bisa kembali ke Jakarta. Tapi mendekati hari-hari terakhir ini, perasaan saya mulai berat,” ujarnya lirih.
“Ternyata saya sudah terlanjur sayang dengan Papua Selatan dan semua yang ada di sini.”
Ruangan yang semula formal seketika menjadi sunyi. Banyak yang menunduk, sebagian menyeka air mata. Kalimat sederhana itu mengandung sesuatu yang lebih dalam dari sekadar pamit ia adalah pengakuan cinta seorang abdi negara kepada daerah penugasannya.
Maddaremmeng mengisahkan perjalanan yang tidak pernah ia rencanakan.
Awalnya, ia tidak disetujui menjadi Sekda karena masih dibutuhkan di Kementerian Dalam Negeri. Namun sebulan kemudian, justru ia ditugaskan ke Papua Selatan untuk membantu pemerintahan baru selama tiga bulan.
“Saya percaya, mungkin tangan Tuhan yang bekerja,” tuturnya dengan mata berkaca-kaca.
“Dari tiga bulan masa tugas yang direncanakan, akhirnya saya menjalaninya hampir tiga tahun. Itu kebanggaan tersendiri bagi saya.”
Ia lalu menyampaikan terima kasih kepada Gubernur Apolo Safanpo yang telah mempercayainya mendampingi perjalanan pemerintahan Papua Selatan sejak awal berdiri.
“Saya bangga menjadi bagian dari Papua Selatan yang memiliki Gubernur seperti beliau. Umur beliau memang lebih muda, tetapi pengalaman dan kebijaksanaannya luar biasa,” katanya, disambut tepuk tangan panjang.
“Kalau saya terlalu lama di sini, saya pasti akan menangis”
Dalam suasana penuh kehangatan, Maddaremmeng mengaku menolak rencana acara perpisahan dari rekan-rekannya karena takut tidak mampu menahan air mata.
“Banyak yang bertanya, kenapa cepat sekali? Termasuk Ketua KKSS yang mengajak membuat acara perpisahan. Tapi saya menolak, karena saya tidak mau terlalu larut dalam perasaan,” katanya sambil tersenyum.
“Kalau saya terlalu lama di sini, saya pasti akan menangis. Karena sudah terlalu dalam rasa sayang saya dengan kita semua di sini.” Kalimat itu menjadi titik paling emosional dalam sambutan.
Di ruangan yang sama, banyak pejabat dan ASN yang hadir tampak menunduk, larut dalam perasaan yang sama, antara bangga, kehilangan, dan terharu.
Dalam kesempatan itu, Maddaremmeng memberikan pesan khusus kepada Sekda baru, Ferdinandus Kainakaimu.
Ia menegaskan bahwa jabatan tinggi datang bersama tanggung jawab moral yang besar.
“Sekda memang jabatan tertinggi secara struktural di provinsi. Tapi konsekuensinya juga berat: karena tidak ada jabatan yang lebih tinggi dari Sekda, maka tidak boleh ada yang lebih hebat dari Bapak dalam menjaga wibawa, tanggung jawab, dan integritas,” ujarnya.
Ia menambahkan dengan tegas “Loyal itu bukan berarti selalu mengiyakan semua perintah. Loyal berarti menjaga agar pimpinan selamat dunia dan akhirat.”
Pesan tersebut disambut tepuk tangan panjang bukan karena retorika, tetapi karena ketulusan yang terasa.
Menjelang akhir sambutannya, Maddaremmeng menyampaikan permohonan maaf kepada seluruh pihak yang pernah bekerja bersamanya selama hampir tiga tahun masa tugas.
“Sebagai manusia, saya sadar saya tidak luput dari kesalahan. Karena itu, saya mohon maaf kepada seluruh pimpinan OPD dan semua pihak yang pernah berinteraksi dengan saya,” katanya dengan suara yang mulai berat.
“Khusus kepada Bapak Gubernur, Wakil Gubernur, Forkopimda, dan Bapak Uskup, bila ada hal-hal yang kurang berkenan, saya mohon maaf yang sebesar-besarnya.”
Ia kemudian menunduk sejenak sebelum menutup dengan kalimat yang sederhana namun menggetarkan
“Terima kasih atas kerja sama, dukungan, dan kebersamaan selama saya mengemban tugas di Papua Selatan.”
Ketika langkahnya meninggalkan podium, suasana ruangan masih diam.
Hanya tepuk tangan yang pelan namun panjang mengiringinya tepuk tangan dari orang-orang yang tahu bahwa yang berpamitan bukan hanya seorang pejabat, tapi seorang saudara yang benar-benar mencintai daerah ini.
Maddaremmeng datang untuk bertugas, namun pergi dengan hati yang tertinggal.
Dan di bawah langit Merauke sore itu, semua yang hadir tahu:
Papua Selatan telah kehilangan seorang pemimpin yang bekerja dengan hati dan mendapatkan seorang sahabat yang tak akan pernah hilang. (LBS)
Penulis: Lamberth
Editor: Lamberth