Gubernur Apolo dan KPK Tegaskan Tata Kelola Dana Otsus Harus Transparan, Akuntabel, dan Tepat Sasaran

Sudah lebih dari 20 tahun, hampir Rp200 triliun dana Otsus, DBH, dan DTI masuk ke Papua, tapi angka kemiskinan masih dua sampai tiga kali lipat di atas rata-rata nasional. Ini artinya ada yang keliru. Perbaikan tata kelola bukan pilihan, tapi keharusan

Foto Bersama Gubernur, Para Bupati dan KPK RI

Merauke – Tata kelola Dana Otonomi Khusus (Otsus) Papua harus diarahkan pada tujuan utama percepatan pembangunan dan rekonsiliasi. Dana besar ini harus menjadi pendorong kemajuan, bukan sekadar pengganti dana reguler, sekaligus dikelola dengan transparansi tinggi untuk mencegah penyalahgunaan.

Hal tersebut menjadi benang merah dalam Seminar Lokakarya Pencegahan Korupsi Tata Kelola Dana Otsus yang digelar di Hotel Swiss-Belhotel Merauke, Rabu (20/8/2025). Kegiatan ini dihadiri langsung oleh Gubernur Papua Selatan, Prof. Dr. Ir. Apolo Safanpo, S.T., M.T., serta Kasatgas Pencegahan Direktorat Koordinasi dan Supervisi Wilayah V KPK, Dian Patria, bersama para kepala daerah, Forkopimda, DPRP, MRP, BPKP, dan kementerian terkait.

Dalam sambutannya, Gubernur Apolo menegaskan Dana Otsus jangan diposisikan sebagai pengganti dana alokasi umum (DAU). Ia mencontohkan sektor pendidikan, di mana sebelum Otsus ada 100 mahasiswa dibiayai dari DAU, namun setelah Otsus justru DAU dihilangkan dan jumlah beasiswa tetap 100.

“Harusnya Otsus menambah, bukan mengganti. Kalau sebelumnya 100, dengan Otsus harus jadi 200. Filosofi Otsus adalah percepatan. Ibarat speedboat, kalau kita sudah punya mesin 40 PK, dengan Otsus harus tambah jadi 80 PK agar larinya lebih cepat,” tegas Apolo.

Ia menambahkan, Otsus lahir di atas dua kaki: percepatan pembangunan kesejahteraan (Pasal 1–39) dan rekonsiliasi (Pasal 40–78). “Tanpa perdamaian, pembangunan akan terganggu. Otsus bukan hanya soal infrastruktur, tapi juga menyembuhkan luka sejarah panjang konflik,” jelasnya.

Apolo juga mengingatkan adanya kendala serius dalam implementasi Otsus, yaitu benturan regulasi dengan UU sektoral dan sifat delegatif pasal-pasal Otsus. “Otsus ini ibarat ular, kepalanya dilepas tapi ekornya masih dipegang. Selama PP turunan belum dibuat, Otsus tidak bisa berjalan maksimal,” tandasnya.

Sementara itu, Dian Patria dari KPK menyoroti lemahnya evaluasi penggunaan Dana Otsus karena pencatatannya bercampur dengan APBD. “Kalau uangnya bercampur, bagaimana mau dievaluasi? Tidak jelas lagi mana dana APBD, mana dana Otsus. Karena itu yang mendesak adalah melacak DNA Otsus dari hulu sampai hilir,” tegasnya.

KPK bersama kementerian terkait kini mendorong integrasi tiga sistem (SIPD, SIPB3, dan SIKD) agar aliran dana lebih transparan dan mudah dipantau. Dian juga menekankan pentingnya optimalisasi PAD, termasuk dari sektor pajak alat berat.

“Di Papua ada sekitar 2.000 alat berat, tapi apakah pajaknya sudah ditagih untuk jadi pemasukan daerah? Jangan sampai PAD kecil, dana Otsus besar tapi tidak bisa dipakai fleksibel. Potensi nyata ini harus dioptimalkan,” ujarnya.

Selain itu, Dian mengingatkan masalah aset pemerintah yang belum tuntas, terutama kendaraan dinas yang masih dibawa dari kabupaten induk ke daerah otonomi baru. “Papua Selatan harus memberi contoh, jangan mewarisi masalah lama,” katanya.

Baik Gubernur Apolo maupun KPK sejalan dalam menegaskan perlunya perbaikan tata kelola dana Otsus secara menyeluruh. Apolo mendorong transparansi, akuntabilitas, partisipasi publik, dan peningkatan kapasitas aparatur. Sementara KPK siap menjembatani koordinasi lintas kementerian hingga rekomendasi ke Presiden.

“Sudah lebih dari 20 tahun, hampir Rp200 triliun dana Otsus, DBH, dan DTI masuk ke Papua, tapi angka kemiskinan masih dua sampai tiga kali lipat di atas rata-rata nasional. Ini artinya ada yang keliru. Perbaikan tata kelola bukan pilihan, tapi keharusan,” tegas Dian.

Kegiatan ini akan berlangsung selama tiga hari dengan agenda pembahasan teknis perencanaan, penganggaran, pengawasan, hingga rencana aksi yang akan disampaikan KPK kepada kementerian dan Presiden.

“Merauke bisa jadi tombak awal perbaikan tata kelola Otsus. Dari Papua Selatan, kita dorong terobosan nyata, bukan sekadar business as usual,” tutup Dian.

Berikan Komentar
Silakan tulis komentar dalam formulir berikut ini (Gunakan bahasa yang santun). Komentar akan ditampilkan setelah disetujui oleh Admin
AGENDA
LINK TERKAIT