Sementara di provinsi lain, boleh. Mereka bisa kolaborasi antara kabupaten dengan provinsi
Merauke, 5 September 2025 — Gubernur Papua Selatan, Dr. Ir. Apolo Safanpo, ST., MT., menegaskan bahwa keterbatasan aturan dalam PP 106 dan PP 107 menjadi kendala utama provinsi di Tanah Papua untuk membiayai pendidikan SMA dan SMK.
Menurutnya, di banyak provinsi lain pemerintah daerah bisa berkolaborasi antara kabupaten dan provinsi untuk mendukung pembangunan maupun operasional sekolah menengah. Namun, di Papua hal itu tidak diperbolehkan karena regulasi Otsus yang berlaku.
“Kalau kita alokasikan anggaran untuk membantu pembangunan, operasional, maupun pemeliharaan kegiatan di tingkat SMA dan SMK, itu dicoret semua. BPK, BPKP, dan Kementerian Dalam Negeri tidak memperbolehkan,” ujar Apolo dalam audiensi dengan Pemkab Mappi di Kantor Gubernur Papua Selatan, Jumat (5/9/2025).
Ia menjelaskan, kondisi ini menimbulkan ketimpangan. Kabupaten memiliki beban besar dengan anggaran kecil karena harus mengurus PAUD, TK, SD, SMP hingga SMA, sementara provinsi memiliki anggaran lebih besar tetapi kewenangan sempit.
“Sejak DOB berdiri 2023, 2024, hingga 2025, usulan provinsi untuk SMA/SMK selalu dicoret. Termasuk SD dan SMP juga tidak bisa dibantu, kecuali SLB karena itu khusus dan bisa menggunakan dana Otsus,” jelasnya.
Apolo menyebut, hal ini sudah lama dipersoalkan para kepala daerah sejak Papua masih satu provinsi besar bersama Papua Barat. Hingga kini, persoalan itu belum ada solusi.
“Sementara di provinsi lain, boleh. Mereka bisa kolaborasi antara kabupaten dengan provinsi. Tapi kita di Papua dibatasi PP 106 dan 107. Itu yang membuat kita sulit, karena penyelenggaraan Otsus mengembalikan semua ke PP tersebut,” tegasnya.
Gubernur menambahkan, usulan revisi regulasi sudah pernah diajukan para kepala daerah sejak sebelum pemekaran DOB. Namun sampai saat ini, setiap kali harmonisasi dan sinkronisasi program, usulan provinsi untuk mendukung SMA/SMK tetap dicoret. (LBS)