Keterlambatan Revisi PP 54/2004 Dinilai Hambat Pelayanan dan Fungsi MRP di Daerah

Banyak hak dan kewenangan anggota MRP yang belum berjalan karena belum ada dasar hukum baru yang mengatur struktur dan mekanismenya sesuai provinsi hasil pemekaran

Pimpinan MRP dan Perwakilan Kemendagri (Foto: IPS)

Merauke, Info Papua Selatan — Ketua Majelis Rakyat Papua (MRP) Provinsi Papua Selatan, Damianus Katayu, menilai keterlambatan revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 54 Tahun 2004 tentang Majelis Rakyat Papua berdampak langsung terhadap kinerja dan pelayanan lembaga MRP di daerah.

Hal itu disampaikan Katayu dalam Rapat Koordinasi MRP Papua Selatan bersama Ditjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri, yang digelar di Hotel Sunny Day, Merauke, Senin siang (13/10/2025).

Menurutnya, MRP di enam provinsi baru di Tanah Papua hingga kini masih menggunakan PP 54/2004 yang dibuat berdasarkan konteks Undang-Undang Otonomi Khusus lama.

Padahal, sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua, banyak ketentuan kelembagaan, kewenangan, serta wilayah kerja yang telah berubah secara fundamental.

“Kami sudah masuk pada perubahan kedua Undang-Undang Otsus, tapi masih menggunakan acuan lama PP 54 Tahun 2004. Ini menjadi kendala tersendiri bagi kami MRP di daerah,” ujar Katayu.

Ia menjelaskan, keterlambatan penyusunan PP yang baru membuat fungsi dan hak-hak kelembagaan MRP belum dapat dijalankan secara maksimal, terutama dalam konteks pelayanan kepada masyarakat adat, perempuan, dan lembaga agama di wilayah selatan Papua.

“Banyak hak dan kewenangan anggota MRP yang belum berjalan karena belum ada dasar hukum baru yang mengatur struktur dan mekanismenya sesuai provinsi hasil pemekaran,” jelasnya.

Selain soal regulasi, Katayu juga menyoroti aspek dukungan anggaran dan tata kelola pembiayaan. Meski MRP dibiayai melalui dana Otonomi Khusus, namun prosedur dan pengalokasian anggaran kerap terkendala akibat belum sinkronnya aturan turunan dengan UU Otsus yang baru.

“Kami lembaga yang dibiayai dari dana Otsus, tapi saat mengajukan program kerja sering kali terbentur karena belum ada penyesuaian regulasi. Akibatnya, pelayanan kepada masyarakat adat tidak berjalan optimal,” ungkapnya.

Katayu menegaskan, percepatan revisi PP 54/2004 menjadi hal mendesak agar fungsi representasi, perlindungan hak-hak masyarakat adat, serta pembinaan terhadap lembaga adat dan keagamaan dapat dijalankan secara efektif di seluruh provinsi baru di Tanah Papua.

“Kami berharap revisi PP ini segera diselesaikan agar MRP bisa bekerja sesuai amanat Undang-Undang Otsus yang baru. Jangan sampai karena regulasi yang tertunda, pelayanan kepada masyarakat ikut terhambat,” tegas Katayu.

Forum koordinasi yang dihadiri oleh Maurits Valentino Wylla Hege, S.STP, selaku Kepala Subdirektorat Otonomi Khusus Papua, Ditjen Otda Kemendagri, itu menjadi ajang penyampaian masukan langsung dari MRP Papua Selatan kepada pemerintah pusat, sekaligus bentuk komitmen bersama memperkuat pelaksanaan Otonomi Khusus di Tanah Papua. (Niko)


Editor: RR

AGENDA
LINK TERKAIT