Kisah Rajawali dan Anak Ayam: Pesan Gubernur Apolo agar Pemimpin Papua Selatan Berani Terbang Tinggi

Mama, saya ingin terbang seperti mereka

Ferdinandus bersama istrinya bernari bersama kelompok masyarakat adat usai prosesi adat saat pelantikan (Foto: IPS)

MERAUKE, 14 Oktober 2025 — Di penghujung acara pelantikan Sekretaris Daerah (Sekda) Papua Selatan, suasana ruang aula mendadak hening.

Semua mata tertuju pada Gubernur Papua Selatan Dr. Ir. Apolo Safanpo, S.T., M.T., yang berdiri di podium dengan suara mulai menurun bukan lagi tegas seperti biasanya, tetapi hangat, perlahan, dan dalam.

Ia tidak lagi berbicara tentang administrasi, bukan pula soal kinerja birokrasi.

Gubernur Apolo menutup sambutannya dengan sebuah hikayat lama — kisah seekor burung rajawali yang tumbuh di kandang ayam.

Sebuah perumpamaan yang sederhana, tetapi sarat makna bagi siapa pun yang mendengar.

Kisah itu dimulai begini… “Konon, di sebuah hutan terdapat sebatang pohon tinggi di tepi jurang,” tutur Gubernur Apolo pelan, seolah bercerita kepada anak-anak negeri. 

“Di atas pohon itu seekor burung rajawali sedang mengerami telur-telurnya, dan di bawahnya, seekor induk ayam juga sedang mengerami anak-anaknya. Suatu hari datang badai besar, dan seekor anak rajawali jatuh tepat di samping induk ayam.”

Sang induk ayam merawat anak rajawali itu dengan kasih yang sama seperti kepada anak-anaknya sendiri. Mereka tumbuh bersama, makan bersama, bermain bersama. Namun suatu ketika, anak rajawali itu termenung memandangi langit. Ia melihat kawanan rajawali terbang tinggi di awan. 

“Mama, saya ingin terbang seperti mereka,” katanya. 

“Nak, kau memang rajawali,” jawab induk ayam.

Tapi anak rajawali menolak, “Tidak Mama, saya ayam.”

Cerita itu mengalun tenang di ruangan pelantikan. ASN, Forkopimda, dan tamu undangan mendengarkan dalam diam. Lalu Gubernur melanjutkan:

“Mereka berdebat hingga akhirnya sang induk ayam mendorong anak rajawali itu ke jurang. Karena ketakutan, rajawali kecil itu membentangkan sayapnya  dan ternyata ia bisa terbang. Ia naik, terus naik, hingga melampaui kawanan rajawali lain di langit. Dari atas ia melihat induk ayam dan saudara-saudaranya memberi hormat kepadanya.”

“Bapak juga adalah seekor rajawali”

Setelah beberapa detik hening, Gubernur Apolo menatap ke arah Sekda yang baru saja dilantik, Ferdinandus Kainakaimu, S.Pd., M.Sc.

“Bapak Sekda,” ucapnya perlahan, 

“Bapak juga adalah seekor burung rajawali. Bapak sudah mulai terbang  dan Bapak akan terus terbang tinggi. Kami semua akan berdiri di belakang Bapak, mendukung Bapak, dan suatu saat kami akan memberi hormat atas keberhasilan dan pengabdian Bapak bagi Provinsi Papua Selatan.” Kalimat itu menembus keheningan ruang.

Beberapa tamu undangan tampak menyeka air mata, sementara yang lain menunduk dalam haru. Suasana resmi berubah menjadi ruang spiritual seolah setiap kata adalah doa dan peneguhan.

Kisah rajawali yang disampaikan Gubernur Apolo bukan sekadar cerita penutup.

Ia adalah simbol tentang panggilan Tuhan dalam kepemimpinan, tentang keberanian untuk bangkit dari rasa ragu dan terbang setinggi potensi yang telah diberikan.

“Pemimpin sejati,” kata Apolo dalam bagian lain sambutannya,

“adalah mereka yang berani mengambil risiko untuk terbang, meski sempat jatuh. Sebab dari setiap kejatuhan, Tuhan mengajarkan kita cara membentangkan sayap.”

Pesan ini menjadi refleksi mendalam bagi seluruh ASN Papua Selatan bahwa setiap orang yang dipilih untuk melayani, sesungguhnya telah diberikan sayapnya sendiri.

Hanya butuh iman, keberanian, dan dukungan dari sesama untuk terbang.

Gubernur juga menegaskan, bahwa keberhasilan seorang Sekda bukan berdiri sendiri, melainkan hasil kerja kolektif seluruh jajaran pemerintahan.

Ia mengajak seluruh ASN, Forkopimda, dan mitra pembangunan untuk bersatu hati mendukung kepemimpinan yang baru. 

“Jangan kita mencoba mengganggu orang yang Tuhan pilih, Tuhan angkat, Tuhan tetapkan, dan Tuhan urapi,” pesannya. 

“Sebab bila kita mengganggu orang yang Tuhan urapi, sama artinya dengan melawan Tuhan, alam, dan leluhur.” 

Kata-kata itu diucapkan dengan tenang, tapi mengandung getaran keyakinan yang kuat bahwa kekuasaan yang dijalankan dengan iman akan mendapat perlindungan langit.

Acara pelantikan Sekda Papua Selatan itu berakhir bukan dengan tepuk tangan politik, melainkan dengan keheningan penuh hormat. Doa lintas agama mengalun pelan setelah Gubernur menutup sambutannya dengan salam universal:

“Shalom, Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh, Om Swastiastu, Om Santi Santi Santi Om.”

Pelantikan Sekda baru menjadi lebih dari sekadar pergantian jabatan.

Ia menjadi sebuah peneguhan rohani, tanda bahwa kepemimpinan di Papua Selatan sedang menapaki babak baru, babak di mana para rajawali mulai belajar terbang, dan rakyat di bawahnya menatap ke atas dengan harapan baru. (LBS)


Penulis: Lamberth

Editor: Lamberth

AGENDA
LINK TERKAIT