Kalau kita bekerja dengan niat yang bersih, maka setiap kritik akan menjadi guru, bukan luka
MERAUKE, 14 Oktober 2025 — Dalam acara pelantikan Sekretaris Daerah (Sekda) Papua Selatan yang berlangsung penuh khidmat di Merauke, Selasa (14/10/2025), Gubernur Papua Selatan Prof. Dr. Ir. Apolo Safanpo, S.T., M.T. menyampaikan pesan yang menggugah hati seluruh aparatur sipil negara (ASN) di hadapannya.
Bukan tentang anggaran, bukan pula tentang target kinerja — melainkan tentang hati yang kuat dan sabar dalam melayani masyarakat.
Dengan nada suara yang lembut namun tegas, Gubernur Apolo berkata:
“Pemerintah itu, menurut orang bijak, ibarat tempat sampah. Tempat bagi orang menyampaikan ketidakpuasan, kekecewaan, bahkan kemarahan. Namun kita sebagai pemerintah tidak boleh temperamental, tidak boleh emosional dalam menanggapi aspirasi dan kritik masyarakat.”
Kalimat itu disampaikan dalam keheningan ruang pelantikan, dan banyak wajah tampak menunduk bukan karena takut, melainkan karena tersentuh. Bagi sebagian ASN, kata-kata itu terasa seperti cermin yang memantulkan kembali hakikat sejati pengabdian.
Gubernur Apolo menjelaskan bahwa bekerja di pemerintahan tidak selalu disertai penghargaan atau pengakuan, tetapi justru sering kali berhadapan dengan keluhan dan kritik keras dari masyarakat.
“Kita tidak bisa berharap semua orang akan berterima kasih atas apa yang kita lakukan,” katanya
“Tapi justru di sanalah nilai seorang pelayan publik diuji, apakah ia tetap bekerja dengan tulus walau dicaci, tetap mengabdi walau disalahpahami.” Pesan itu bukan hanya untuk pejabat tinggi, tetapi juga untuk staf biasa di pelosok kampung yang setiap hari berhadapan dengan tuntutan masyarakat.
Apolo menegaskan bahwa pelayanan sejati adalah tentang keteguhan hati, bukan tepuk tangan.
Dalam suasana penuh kehangatan, Gubernur mengingatkan bahwa ASN Papua Selatan harus memiliki “daya tahan batin” yaitu kemampuan untuk tetap tenang di tengah kritik dan tetap ramah di tengah tekanan. “ASN itu seperti akar pohon,” ujarnya perlahan.
“Kadang tak terlihat, tapi merekalah yang menahan agar pohon besar bernama pemerintahan ini tidak tumbang diterpa badai.”
Pesan tersebut menggambarkan bahwa kekuatan birokrasi bukan terletak pada kekuasaan, tetapi pada ketulusan orang-orang yang bekerja di dalamnya dari meja pelayanan hingga ruang kebijakan.
Gubernur Apolo juga mengingatkan bahwa kritik masyarakat adalah bagian alami dari kehidupan demokrasi.
Tugas pemerintah bukan membungkam suara rakyat, melainkan belajar dari suara itu dan memperbaikinya dengan kebijakan yang lebih baik.
“Kadang orang menyampaikan kemarahan karena mereka kecewa, bukan karena benci,” katanya.
“Dan tugas kita bukan marah balik, tapi mendengar dan memperbaiki. Karena di balik setiap keluhan, ada harapan.”
Pesan ini mengandung makna mendalam bahwa seorang ASN bukan hanya pelaksana tugas, tetapi penjaga kepercayaan publik yang harus siap menjadi tempat curahan masyarakat tanpa kehilangan empatinya.
Menutup bagian itu, Gubernur Apolo mengajak seluruh aparatur di Papua Selatan untuk melayani dengan hati dan mengandalkan kasih, bukan gengsi.
“Jabatan hanyalah sementara, tapi pelayanan yang dilakukan dengan hati akan meninggalkan jejak abadi,” ujarnya.
“Kalau kita bekerja dengan niat yang bersih, maka setiap kritik akan menjadi guru, bukan luka.”
Kalimat itu disambut dengan tepuk tangan panjang. Suasana pelantikan berubah menjadi ruang refleksi seolah setiap ASN diajak bercermin, bukan hanya pada wajah mereka di cermin, tapi pada hati mereka sendiri.
Pelantikan Sekda Papua Selatan hari itu bukan hanya pergantian jabatan, tetapi momentum pembentukan karakter birokrasi yang baru,
birokrasi yang tahan uji, tidak mudah tersinggung, dan selalu melayani dengan hati. (LBS)
Penulis: Lamberth
Editor: Lamberth